Beranda / Berita / Detil Berita

Belitung Timur Bergerak: Momentum Penguatan Ketahanan Pangan

20/Okt/2025, 14:47 WIB • Admin

artikel #Ketahanan pangan šŸ‘ļø 1,351x dibaca

Oleh:

Irsyadinnas

ASN Belitung Timur 

Setiap tanggal 16 Oktober, saat dunia memperingati Hari Pangan Sedunia, kita diingatkan pada tantangan mendasar umat manusia: bagaimana memastikan setiap orang memiliki akses terhadap pangan yang cukup, bergizi, dan berkelanjutan. Di Belitung Timur, peringatan tahun ini terasa istimewa. Data Indeks Ketahanan Pangan (IKP) terbaru menunjukkan kabupaten ini telah memasuki kelompok "Tahan Pangan" dengan skor 76,11—melampaui rata-rata nasional yang berada di angka 73,00. Sebuah pencapaian yang patut diapresiasi, sekaligus momentum untuk melangkah lebih jauh dalam mendukung Asta Cita Kedua Presiden Prabowo Subianto tentang swasembada pangan.

Sinergi dengan Asta Cita: Visi Nasional, Aksi Lokal

Asta Cita Kedua yang menekankan pada "Mewujudkan swasembada pangan melalui peningkatan produksi dalam negeri" bukanlah sekadar jargon politik, melainkan kebutuhan strategis bangsa. Dalam konteks geopolitik global yang semakin tidak menentu—dari perang Ukraina yang mengguncang rantai pasok gandum hingga El Nino yang mengancam produksi beras Asia—kemandirian pangan menjadi pertaruhan eksistensial.

Belitung Timur memahami bahwa kontribusinya terhadap swasembada pangan nasional mungkin tidak sebesar lumbung padi Jawa atau Sumatera. Namun, setiap daerah memiliki keunggulan komparatif yang bila dioptimalkan dapat memperkuat mozaik ketahanan pangan nasional. Untuk Belitung Timur, keunggulan itu terletak pada potensi perikanan, perkebunan lada, dan pengembangan pangan alternatif yang adaptif terhadap lahan marginal.

Program Ketahanan Pangan pemerintah daerah sebagai respon lokal terhadap Asta Cita mengindikasikan tiga pilar utama: optimalisasi sumber daya lokal, penguatan sistem pangan berkelanjutan, dan peningkatan kesejahteraan pelaku usaha pangan. Ini bukan sekadar alignment administratif, tetapi komitmen substantif untuk berkontribusi pada cita-cita besar bangsa.

Perjalanan Panjang Menuju Ketahanan

Membaca trajektori IKP Belitung Timur dari 2018 hingga 2025 seperti melihat perjalanan pendakian yang penuh liku. Dimulai dari posisi "Agak Rentan" dengan skor 57,32 di tahun 2018, kabupaten ini secara konsisten berupaya memperbaiki kondisi ketahanan pangannya. Perjalanan ini tidak selalu mulus—ada masa stagnasi di 2022-2023 ketika skor sempat turun ke 60,50, namun semangat untuk bangkit tidak pernah padam.

Yang menarik untuk dicermati adalah akselerasi perbaikan di periode 2024-2025. Dari skor 62,09 di tahun 2023, Belitung Timur berhasil mencapai 75,02 di tahun 2024 dan 76,11 di tahun 2025. Lompatan signifikan ini menempatkan kabupaten pada peringkat 145 dari 514 kabupaten/kota se-Indonesia—sebuah posisi yang menunjukkan Belitung Timur telah melampaui median nasional.

Dalam konteks regional Bangka Belitung, pencapaian ini semakin bermakna. Belitung Timur kini mengungguli Belitung induk (75,32) dan beberapa kabupaten lainnya, meski masih perlu mengejar Kabupaten Bangka yang telah mapan di skor 83,91. Lima dari tujuh kabupaten/kota di provinsi ini telah masuk kelompok "Tahan Pangan"—sebuah indikasi positif pembangunan ketahanan pangan regional yang sejalan dengan target nasional.

Memahami Konteks Lonjakan: Konvergensi Kebijakan yang Berbuah

Peningkatan signifikan IKP Belitung Timur tidak terjadi dalam ruang hampa. Beberapa faktor kunci berkontribusi pada pencapaian ini:

Pertama, pemulihan ekonomi pasca pandemi. COVID-19 memang menghantam keras seluruh dimensi kehidupan, termasuk ketahanan pangan. Namun, crisis breeds opportunity—krisis melahirkan inovasi. Selama 2020-2022, berbagai program bantuan sosial dan stimulus ekonomi digulirkan. Ketika ekonomi mulai pulih di 2023-2024, efek multiplier dari berbagai intervensi ini mulai terasa. Daya beli masyarakat membaik, akses terhadap pangan meningkat, dan rantai pasok yang sempat terputus kembali menguat.

Kedua, transformasi tata kelola pangan nasional. Pembentukan Badan Pangan Nasional (Bapanas) di tahun 2021 membawa angin segar dalam koordinasi kebijakan pangan. Pendekatan yang lebih terintegrasi antara produksi, distribusi, dan konsumsi mulai membuahkan hasil. Program-program seperti stabilisasi harga, bantuan pangan non-tunai, dan penguatan cadangan pangan daerah berkontribusi pada perbaikan indeks.

Ketiga, inovasi dalam pengumpulan dan validasi data. Digitalisasi sistem pelaporan dan monitoring ketahanan pangan memungkinkan data yang lebih akurat dan real-time. Apa yang mungkin sebelumnya tidak tercatat dengan baik—seperti produksi pangan lokal skala kecil, sistem barter tradisional, atau kontribusi sektor informal—kini dapat terdokumentasi lebih komprehensif.

Keempat, kesadaran kolektif pasca krisis. Pandemi mengajarkan kita pentingnya kemandirian pangan. Di Belitung Timur, gerakan menanam di pekarangan, revitalisasi pasar tradisional, dan penguatan UMKM pangan lokal menjadi gerakan organik masyarakat. Pemerintah daerah yang responsif menangkap momentum ini dengan berbagai program pendukung.

Kelima, sinergi program pusat-daerah. Implementasi program nasional seperti Kostratani (Komando Strategis Pembangunan Pertanian), pengembangan food estate, dan gerakan penganekaragaman konsumsi pangan mendapat respons positif di tingkat lokal. Belitung Timur tidak sekadar menjadi pelaksana pasif, tetapi melakukan inovasi dan penyesuaian sesuai karakteristik lokal.

Fondasi Teoritis: Lebih dari Sekadar Ketersediaan

Dalam memahami ketahanan pangan, kita perlu melampaui perspektif sempit yang hanya fokus pada produksi. Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) mendefinisikan ketahanan pangan melalui empat pilar: ketersediaan (availability), akses (access), pemanfaatan (utilization), dan stabilitas (stability). Kerangka ini sejalan dengan pemikiran Amartya Sen tentang "capability approach"—bahwa pembangunan sejatinya adalah perluasan kapabilitas manusia untuk mencapai kehidupan yang mereka nilai.

Di Belitung Timur, perbaikan IKP mencerminkan kemajuan di berbagai dimensi ini. Ketersediaan pangan tidak hanya soal produksi lokal, tapi juga efektivitas sistem distribusi yang menjangkau pulau-pulau kecil. Akses bukan hanya soal harga, tapi juga infrastruktur jalan, transportasi laut, dan inklusi finansial. Pemanfaatan terkait dengan pengetahuan gizi, sanitasi, dan air bersih. Stabilitas menyangkut ketahanan terhadap guncangan—baik itu bencana alam, fluktuasi harga global, atau pandemi.

Rekomendasi Strategis: Dari Tahan Menuju Tangguh

Mencapai status "Tahan Pangan" adalah prestasi, namun perjalanan belum selesai. Berikut rekomendasi strategis yang saling terkait dan mendukung untuk mengonsolidasikan dan meningkatkan ketahanan pangan Belitung Timur:

1. Penguatan Produksi Lokal Berkelanjutan sebagai Fondasi

Belitung Timur perlu mengoptimalkan potensi lahan tidur dan mendorong pertanian terpadu. Program "Satu Desa Satu Komoditas Unggulan" dapat menjadi katalis. Fokus pada komoditas bernilai tinggi yang sesuai karakteristik lahan: lada, kopi liberika, dan hortikultura organik. Introduksi teknologi pertanian presisi dan sistem irigasi tetes dapat meningkatkan produktivitas di lahan kering. Strategi ini menjadi fondasi karena produksi lokal yang kuat mengurangi ketergantungan pada pasokan luar, sekaligus menciptakan multiplier effect ekonomi lokal.

2. Revolusi Biru: Optimalisasi Sektor Kelautan sebagai Keunggulan Komparatif

Dengan garis pantai yang panjang, Belitung Timur memiliki potensi besar dalam perikanan tangkap dan budidaya. Pengembangan marine ranch, budidaya rumput laut, dan lobster dapat menciptakan sumber protein yang berkelanjutan. Program "Nelayan Muda Mandiri" dengan skema kredit lunak dan pendampingan teknologi dapat meregenerasi sektor ini. Pengembangan sektor kelautan ini sinergis dengan penguatan produksi lokal—menciptakan diversifikasi sumber pangan sekaligus mengurangi tekanan pada lahan pertanian yang terbatas.

3. Penguatan Infrastruktur Rantai Dingin sebagai Enabler

Investasi dalam cold storage dan armada berpendingin sangat krusial untuk mengurangi food loss. Kemitraan publik-privat dapat menjadi model pembiayaan. Setiap kecamatan idealnya memiliki mini cold storage yang dikelola koperasi atau BUMDes. Infrastruktur ini menjadi enabler critical—tanpanya, peningkatan produksi dari strategi 1 dan 2 akan sia-sia karena tingginya kehilangan pascapanen.

4. Diversifikasi Pangan Berbasis Kearifan Lokal sebagai Strategi Ketahanan

Kampanye "Sehari Tanpa Nasi" dapat menjadi entry point untuk diversifikasi konsumsi. Revitalisasi pangan lokal seperti Gangan, Getok, Ungul-ungul, dan Limping Menggale, tidak hanya memperkaya nutrisi tapi juga melestarikan identitas kuliner. Diversifikasi ini mengurangi risiko sistemik dari ketergantungan pada satu jenis pangan, sekaligus membuka pasar bagi produk-produk lokal dari strategi 1 dan 2.

5. Digitalisasi Ekosistem Pangan sebagai Akselerator

Platform digital "Belitung Timur Food Hub" dapat menghubungkan petani, nelayan, pedagang, dan konsumen. Platform ini menjadi akselerator yang menghubungkan semua strategi sebelumnya—dari informasi produksi, sistem distribusi dengan cold chain, hingga edukasi diversifikasi pangan—dalam satu ekosistem terintegrasi.

6. Penguatan Kelembagaan dan Tata Kelola sebagai Orkestrasi

Tim Percepatan Ketahanan Pangan Daerah perlu diperkuat dengan melibatkan multi-stakeholder. Kelembagaan yang kuat menjadi "konduktor orkestra" yang memastikan semua strategi berjalan harmonis dan sinergis, bukan saling tumpang tindih atau kontradiktif.

7. Investasi pada Manusia sebagai Investasi Jangka Panjang

Program beasiswa untuk studi pertanian, perikanan, dan teknologi pangan dapat mempersiapkan SDM masa depan. SDM berkualitas adalah prasyarat untuk menjalankan semua strategi di atas—tanpa petani dan nelayan yang terampil, teknologi canggih pun menjadi tidak berguna.

8. Adaptasi Perubahan Iklim sebagai Strategi Mitigasi Risiko

Pengembangan varietas tahan iklim ekstrem dan sistem asuransi pertanian menjadi buffer terhadap ketidakpastian. Strategi adaptasi ini melindungi investasi dari strategi 1-7 dari risiko iklim yang semakin tidak terprediksi.

Sinergi Strategis: Menciptakan Virtuous Cycle

Jika bisa diterapkan, maka kedelapan strategi di atas dapat membentuk virtuous cycle. Produksi lokal yang kuat (1) didukung sektor kelautan (2) membutuhkan infrastruktur pendukung (3) untuk menjangkau konsumen yang telah teredukasi tentang diversifikasi (4) melalui platform digital (5) yang dikelola dengan tata kelola yang baik (6) oleh SDM kompeten (7) dengan mitigasi risiko iklim (8). Setiap elemen memperkuat elemen lainnya, menciptakan sistem ketahanan pangan yang kuat dan adaptif.

Momentum untuk Lompatan Lebih Jauh

Pencapaian IKP 76,11 harus dipahami sebagai modal, bukan finish line. Target selanjutnya adalah masuk kelompok "Sangat Tahan" dengan skor di atas 80, sejajar dengan Kabupaten Bangka. Dengan dukungan penuh terhadap Asta Cita Kedua dan implementasi strategi terintegrasi, target ini realistis dicapai dalam 3-5 tahun ke depan.

Yang terpenting, perbaikan indeks harus dirasakan langsung oleh masyarakat. Ketika ibu-ibu di pasar tidak lagi cemas dengan fluktuasi harga beras, ketika nelayan kecil dapat menyimpan hasil tangkapan tanpa khawatir busuk, ketika anak-anak sekolah mendapat asupan gizi seimbang—itulah ketahanan pangan yang sesungguhnya.

Penutup

Belitung Timur telah membuktikan bahwa daerah kepulauan dengan segala keterbatasannya dapat mencapai ketahanan pangan yang memadai. Pencapaian ini adalah hasil kerja keras bersama dan sinergi dengan visi nasional Asta Cita. Ke depan, dengan strategi yang tepat dan eksekusi konsisten, Belitung Timur tidak hanya akan menjadi daerah yang tahan pangan, tetapi juga berkontribusi signifikan pada swasembada pangan nasional—mewujudkan cita-cita "Dari Belitung Timur untuk Indonesia".